Rememberence of Allah

Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram. (al-Ra`d:28)

Hakikat Doa

“Maka Allah akan memberi balasan terhadap orang yang menyembunyikan kebenaran, kerana sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentang baik buruk seseorang dan Allah Maha Mendengar doa hambaNya yang jujur dan ikhlas.”

KhazanahNya

Indeed, in the creation of the heavens and the earth and the alternation of the night and the day are signs for those of understanding.(Ali-imran 190)

KEINDAHAN ISLAM MEMBAWA PERTUNJUK

O you who have believed, enter into Islam completely [and perfectly] and do not follow the footsteps of Satan. Indeed, he is to you a clear enemy. (Al-Baqarah 208)

Hakikat Hidup

Beautified for people is the love of that which they desire - of women and sons, heaped-up sums of gold and silver, fine branded horses, and cattle and tilled land. That is the enjoyment of worldly life, but Allah has with Him the best return. (Ali-Imran 14)

Monday, August 29, 2011

Senandung Cinta


Rimbunan senandung kasih

Tatkala embun seakan berkata
Di pohonan bicara
Di dedaunan irama
Nada gemersik mengusik
Sekeping hati sang manusia.

Ku amati
Suara bisikan mesra
Seakan keramat bagi semua
Penghuni langit
Penghuni bumi
Mahupun diantaranya.
Kalimah CINTA.

Senja di langit dunia
Membawa diri ke penghujung fatamorgana
Di aturnya langkah demi langkah
dengan kaki yang kudung
Menyusun bicara  demi bicara
Namun tiada suara
Ingin memandang alam semesta
Ternyata aku buta!

Lelah...

Sesal...

Tersesatku
Dalam jasad sendiri
Jauh tapak kakiku
Dari jalan Rabbul Izzati

Suria yang menjengah
Menyinari wajah yang tergadah
Terdampar seketika
Di pinggiran lautan dunia
Selepas aku hanyut
Tenggelam timbul
Lemas
Dek ombak cinta manusia

Pada jiwa yang berkabus
Di dalam resah
Di dalam pasrah
Teralir air mata sayu
Air mata duka
Air mata kecewa
Namun tak terubah ceritanya

Tinggallah hening
Dan berjuta tanya
Tercari kejernihan cinta
Ternyata kita pula mengeruhkannya

Luluh hati yang sayu
Menatap cinta
Menghayati rasa
Dizahirkan kasih melimpah
Namun lafaz bibir jauh dari makna

Inilah ucapan kebisuan
Inilah dia kalimah kebuntuan
Ternyata ia kosong tanpa kebahagiaan
Setelah Tuhan kita pinggirkan

Inikah dipanggil hakikinya cinta?
Apakah ini erti kasih setia?

Andai nafas dihujung helaan
Pasti cinta ini terhenti didunia
Kerana sibuk mencintai perhiasan dunia
Tiada di sudut hati sedikit  pun tercalit
Cinta pada Maha Pencinta

Lautan hati kematian ombak
Langkah penuh dosa
Kejahilan membakar hangus keimanan
Hanya kerana merintih seketika
Di dalam keasyikan cinta


Wahai pemilik jasad
Wahai pemilik jiwa

Dalam duka
Dalam luka
Engkau tetap ada
Tetap setia
Menemani jiwa

Di perjalanan mencari diri
Tersesat di liku haluan keyakinan
Terkeliru dengan bayang angan-angan
Laksana cinta Zulaikha
Datangnya Yusuf membuat diri terpana
Namun tatkala senja
Diri mengenal cinta Maha Esa.


Izinkanlah ku menumpang disini
Dibawah naungan kasih sayangMu
Berteduh daripada panas ingkar
Berlindung daripada hujan alpa
Menyucikan sekeping hati
Daripada cinta akan dunia.


~Tidak salah untuk jatuh cinta pada seorang manusia, namun cinta pada Allah SWT itu perlu diutama. Tatkala keenakan cinta bertembung bertentangan dengan syariat, maka perlulah dipilih jalan yang dihalalkan-Nya. 



Monday, August 15, 2011

Uwais AlQarni: Siapalah dia di bumi ini...


Pada zaman Nabi Muhammad SAW,
ada seorang pemuda bermata biru,
rambutnya merah,
pundaknya lapang panjang, 
berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan, 
dagunya menempel di dada kerana selalu melihat pada
tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, 
ahli membaca Al Qur’an dan selalu menangis,
pakaiannya hanya dua helai dan sudah kusut -
yang satu untuk penutup badan dan yang satunya digunakannya sebagai selendang,
tiada orang yang menghiraukan,
 tidak terkenal dalam kalangan manusia, 
namun tersangat terkenal diantara penduduk langit.

Tatkala datangnya hari kiamat,
dan tatkala semua ahli ibadah diseru untuk memasuki surga,
dia justru dipanggil agar berhenti dahulu seketika dan disuruh memberi syafa’atnya.

Ternyata Allah memberi izin padanya untuk memberi syafa’at sejumlah bilangan qabilah Robi’ah
dan qabilah Mudhor, semua dimasukkan ke surga dan tiada seorang pun ketinggalan
dengan izin-Nya.

Dia adalah “Uwais al-Qarni”.
Siapalah dia pada mata manusia..

Tidak banyak yang mengenalnya, apatah lagi mengambil tahu akan hidupnya..
Banyak suara-suara yang menertawakan dirinya,
mengolok-olok dan mempermainkan hatinya,
dan menuduhnya sebagai seorang yang membujuk,
seorang pencuri serta berbagai macam umpatan demi umpatan, 
celaan demi celaan daripada manusia.

Suatu ketika, seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya,
memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik,
karena hadiah pakaian tadi tidak diterima lalu dikembalikan semula olehnya
seraya berkata : 

“Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari
mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari
mencuri”.

Pemuda dari Yaman ini (Uwais) telah lama menjadi yatim,
tak punya sanak saudara,
kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh tubuh badannya.
Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa.

Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari,
Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.
Upah yang diterimanya hanya cukup-cukup untuk sekedar 
menumpang keperluan hariaanya bersama Sang ibu,
bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya
yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.

Kesibukannya sebagai penggembala dan merawat ibunya yang lumpuh
dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan
puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar
seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk
menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya.

Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati
Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera
memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya
kebenaran.

Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke
Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung.
Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan
cara kehidupan Islam.

Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru
datang dari Madinah.

Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan
kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang dia sendiri belum.



Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk
bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang
cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu
yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.

Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera
dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya.

Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais.
Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah.
Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada
beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.

Hari berganti dan musim berlalu,
dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk
bertemu tak dapat dipendam lagi.

Uwais merenungkan diri dan bertanya
dalam hati, bilakah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah
beliau dari dekat ?

Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
memerlukan perhatian daripadanya dan tak sanggup dihatinya meninggalkan ibunya sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.

Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi
menziarahi Nabi SAW di Madinah.

Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau amat faham akan hati nurani anaknya, Uwais, dan berkata :

“Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.

Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan dia tidak lupa untuk
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan
kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama mana ia pergi.

Sesudah siap segala persediaan sambil mencium sang ibu, berangkatlah Uwais menuju
Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir,
bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan
begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras
baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.

 

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah.
Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu
rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah
r.a., sambil menjawab salam Uwais.

Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya.
Namun ternyata beliau SAW tidak berada di
rumah melainkan berada di medan perang.
Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan
Nabi SAW dari medan perang.

Tapi, bilakah beliau pulang ?
Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan
sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,

” Engkau harus lekas pulang”.

Kerana ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah
mengalahkan suara hati dan kemahuannya untuk menunggu dan berjumpa
dengan Nabi SAW.

Ia akhirnya dengan terpaksa memohon untuk pulang semula kepada
sayyidatina ‘Aisyah r.a. ke negerinya.

Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan
perasaan pilu.

Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang
kedatangan orang yang mencarinya.
Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa
Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya.
Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit).

Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya terpegun.

Menurut sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang
mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya
sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan
ibunya terlalu lama.

Rasulullah SAW bersabda :  

“Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai
tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.”

Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan
bersabda :

“Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hinggalah sampai waktu
khalifah Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di digantikan dengan Khalifah Umar r.a.
Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit.
Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama.

Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, mereka berdua selalu
bertanya tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa hairan, apakah sebenarnya
yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua.

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan
mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju
kota Madinah.

Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman,
segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka.
Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu, beliau berdua bergegas pergi
menemui Uwais al-Qorni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam.
Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais
menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.

Sewaktu berjabat tangan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW.

Memang benar !
Dia penghuni langit.
Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
siapakah nama saudara ?


“Abdullah”, jawab Uwais.

Mendengar jawapan itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan :

“Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?”

Uwais kemudian berkata:

“Nama saya Uwais al-Qorni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat
itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan
mendo’akan untuk mereka.

Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:

“Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”.

 Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata:

“Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.

Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar.

Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan wang
negara daripada Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya.

Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata :  

“Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,
biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar
beritanya.

Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh
Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab
bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin taufan berhembus
dengan kencang.


Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan
selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya.

Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan solat di
atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.

“Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi,

” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”

Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata:

“Apa yang terjadi ?”

“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?”, tanya kami.

“Dekatkanlah diri kalian pada Allah !“, katanya.

“Kami telah melakukannya.”

“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrahmaanirrahiim!”

Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu.
Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam,
sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.

Lalu orang itu berkata pada kami ,

”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”.

 “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? “, Tanya kami.

“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.

Kemudian kami berkata lagi kepadanya,

“Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.”

“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.

”Ya,” jawab kami.

Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan.

Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah
pulang ke rahmatullah.

Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebut untuk memandikannya.
Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafan, di sana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafankannya.

Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya.
Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan
untuk mengusungnya.

Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan,

“ketika aku ikut menguruskan jenazahnya hingga aku pulang dari
menghantarkan jenazahnya, lalu aku ingin untuk kembali ke kubur tersebut untuk memberi tanda pada kuburya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas di kuburnya.
(Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman.
Banyak terjadi hal-hal yang amat menghairankan.
Sedemikian banyaknya orang yang tidak kenal datang untuk mengurus jenazah dan
pengebumiannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan
orang.


Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan
ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang.

Mereka saling bertanya-tanya :

Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwaisal-Qorni ?
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa,
yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala?

Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya.


Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya.
Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa
 “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.


Dialah Uwais..!!

Posted in: Al-Hawariyyun

Related Posts with Thumbnails

Total Pageviews

Akhir Kalam...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites